Rabu, 12 November 2014

ETIKA POLITIK DI INDONESIA



A.        Pengertian Etika dan Etika Politik
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika yaitu, Etika Umum dan Etika Khusus.
a.       Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung didalamnya.
b.      Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik  sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika sosial). Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu Etika Individual dan Etika Sosial.
c.       Etika Individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
d.      Etika Sosial membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, atau cabang filsafat yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik. Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Ethes” yang berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan kumpulan peraturan tentang kesusilaan. Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik. Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata susila (kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik.
Dalam praktiknya, etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.

B.        Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanis, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.
Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai sebagai berikut:
·         Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan Negara asas kerohanian Negara (Pancasila).
·         Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945

C.        Penerapan Etika Politik
Penerapan etika politik membuat masyarakat menjadi kritis. Franklyn Haiman (1958) mensyaratkan adanya peningkatan kapasitas rasional manusia. Upaya persuasi seperti kampanye politik, komunikasi pemerintah, periklanan, dan lain-lain, adalah suatu teknik untuk mempengaruhi penerima dengan menghilangkan proses berfikir sadarnya dan menanamkan sugesti atau penekanan pada kesadaran, agar menghasilkan perilaku otomatis yang tidak reflektif. Seorang politisi yang berusaha diterima pandangannya secara tidak kritis, dia juga dapat dipandang sebagai pelanggar etika politik yang ideal. Jadi manusia harus diajar berfikir, menganalisa dan mengevaluasi informasi dengan rasio dan mampu mengontrol emosinya. Dengan demikian dapat menghasilkan suatu pemikiran terbaik dengan analisa kritis.
Kedua, mengembangkan kebiasaan meneliti. Semua pihak: masyarakat (melalui LSM), media massa, perguruan tinggi, politisi atau penguasa, sebaiknya mengembangkan kebiasaan meneliti. Peningkatan rasionalitas pada masyarakat selayaknya dibarengi dengan kemauan politisi dalam bersikap adil ketika memilih dan menampilkan fakta dan data secara terbuka.
Pengetahuan tentang realitas sebaiknya mencerminkan kenyataan real yang dibutuhkan. Informasi yang ditampilkan adalah informasi yang paling relevan dan selengkap mungkin memfasilitasi kemampuan rasional publik. Dan data yang dibutuhkan masyarakat, tidak boleh diselewengkan atau disembunyikan. Ketika banyak pihak terbiasa meneliti dan terekspos oleh data, penyelewengan data akan berkurang. Keterbukaan akses informasi ini, memfasilitasi masyarakat, mengamati politisi dalam membuat keputusan yang akurat.
Ketiga, kepentingan umum daripada pribadi atau golongan. Politisi hendaknya mengembangkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan. Motif pribadi atau golongan, atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kolektif oleh publik, sungguh suatu tindakan tercela. Pertanyaan yang dapat diangkat adalah: ”Apakah saya melupakan amanah yang telah diberikan oleh khalayak pada saya?” Ajakan suci ini memang membutuhkan gerakan hati dari politisi. Dan hati adalah ranah personal dari seorang individu. Namun, masyarakat memiliki hak sebagai eksekutor, ada atau tidak adanya politisi tersebut duduk di singasana politik. Meski butuh waktu lima tahunan.
Keempat, menghormati perbedaan. Etika politik juga dapat dilaksanakan dengan menghormati perbedaan pendapat dan argumen. Meski diperlukan adanya kerjasama dan kompromi, nilai dasar hati nurani, perlu menjadi batasan pembuatan kebijakan. Bagi masyarakat, keaktifan dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapat sebaiknya disambut dengan lebih aktif memanfaatkan ruang publik yang tersedia. Bagi politisi, ada baiknya memperhatikan pertanyaan Wallace ini: ”Bisakah saya dengan bebas mengakui kekuatan dan bukti serta argumen yang bertentangan dan masih mengajukan sebuah pendapat yang menampilkan keyakinan saya?”
Kelima, penerapan hukum. Penerapan etika politik sebaiknya didasari hukum. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang mungkin sekali mempunyai kepentingan berlawanan. Politisi, dibantu oleh pengawasan masyarakat, sebaiknya mampu memfasilitasi dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi yang adil. Pengeksklusifan pada suatu kelompok dapat membuahkan keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Pengelolaan hukum dengan prosedur yang baik, dapat mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan.
Keenam, mengurangi privasi. Salah satu upaya pelaksanaan etika politik, menurut Dennis F Thompson (1987), adalah dengan mengurangi privasi pejabat negara. Menurutnya, para pejabat sesungguhnya bukan warga negara biasa. Mereka memiliki kekuasaan atas warga negara, dan bagaimanapun, mereka merupakan representasi dari warga negara. Perbedaan-perbedaan signifikan antara pejabat negara dan warga negara membuat berkurangnya wilayah kehidupan pribadi (privacy) para pejabat negara. Karenanya, privacy pejabat negara tidak harus dijaga, bila perlu dikorbankan untuk menjaga keutuhan demokrasi dan menjaga kepercayaan warga negara. Kebijakan-kebijakan politik yang diambil, sebesar dan atau seluas apa pun, sedikit banyak, berpengaruh bagi kehidupan warga negara. Jadi layaklah bila masyarakat tahu secara detail, mengenai kehidupan pejabat-pejabat negara. Pengetahuan tersebut merupakan bagian dari garansi dan kontrol publik yang membuat warga negara menaruh kepercayaan pada pejabat negara yang telah dipilihnya. Warga negara harus punya keyakinan bahwa pejabat negara yang dipilihnya benar-benar memiliki fisik yang sehat dan pribadi yang jujur. Meski orang mungkin berubah, namun perlu ada jaminan awal bahwa politisi tersebut berpotensi untuk tidak mempergunakan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya.
Ketujuh, beriman. Penerapan etika politik dapat berjalan dengan mulus, bila semua pihak menyandarkan keyakinan pada agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaklah menjadi jiwa dalam kehidupan tiap individu. Etika dan moral politisi akan rusak ketika tidak dihubungkannya agama dengan politik. Padahal, keduanya adalah satu kesatuan integral bagai jiwa dan raga. Iman, adalah percaya pada Tuhan. Bila politisi mempercayakan diri pada Tuhan sebagai pemilik dirinya, tempat kembalinya, pengatur manusia, pemberi amanah, penguasa keputusan hidup dan tempat berawal dan berakhirnya segala sesuatu, diharapkan politisi memiliki arahan yang terbenar.

D.        Analisis Kebijakan Kenaikan BBM (Kontra)
Pelaku yang terlibat dalam kebijakan dan respon kenaikan harga BBM, kita dapat memilahnya menjadi 5 kelompok. Pertama, Pihak Pemerintah yang berposisi sebagai pengambil kebijakan. Kedua, masyarakat biasa yang terdiri dari petani, pengusaha, nelayan, dan agamawan yang menjadi objek dari kebijakan pemerintah. ketiga, Politisi yang berperan mengkritisi kebijakan pemerintah dalam kaitan dampaknya bagi rakyat. Keempat, akademisi dan pengamat yang coba memberikan tinjauan rasional terhadap kebijakan kenaikan BBM. Kelima, aktivis mahasiswa dan serikat pekerja, yang cendrung menghadapi situasi dengan pendekatan demonstrasi turun ke jalan.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM termasuk dalam bentuk tunduknya pemerintah terhadap koorporasi asing. Kenaikan BBM tentu merupakan kebijakan yang tidak pro rakyat kalangan ke bawah. Selama ini pemerintah hanya berupaya mengambil jalan pintas untuk menyelamatkan APBN tanpa berfikir lebih panjang untuk melihat dampak kedepannya seperti apa. Jelas-jelas Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Selama ini Negara hanya dieksploitasi oleh koorporat asing. Indonesia sendiri tidak mampu mengelola kekayaan sumber daya yang ada. Koorporat asing datang seolah mempermudah dan membantu pengelolaan sumber daya, padahal hal tersebut berdampak negatif karena mau sampai kapan Indonesia harus bergantung pada kooporat asing? Jika harga minyak terus meningkat, dan upaya yang dilakukan hanyalah terus meningkatkan harga BBM dalam negeri lantas bagaimana rakyat menengah ke bawah? Seharusnya hal tersebut sudah cukup membuat mata orang Indonesia terbuka lebar, terutama pemerintah seharusnya mengusahakan bagaimana pengelolaan sumber daya bisa dikelola baik oleh dalam negeri tanpa campur tangan banyak dari koorporat asing.


























DAFTAR PUSTAKA


Syahrial Syarbaini, Dr. H. M.A. 2011. PENDIDIKAN PANCASILA. CIAWI, BOGOR : Ghalia  Indonesia.
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/etika-politik-di-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar