A. Pengertian
Etika dan Etika Politik
Etika adalah kelompok filsafat
praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang
ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis
dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai
ajaran moral. Kedua kelompok etika yaitu, Etika Umum dan Etika Khusus.
a. Etika
Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung
didalamnya.
b. Etika
khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual)
maupun makhluk sosial (etika sosial). Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu
Etika Individual dan Etika Sosial.
c. Etika
Individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan
kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap
Tuhannya.
d. Etika
Sosial membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.
Etika politik adalah filsafat moral tentang
dimensi politis kehidupan manusia, atau cabang filsafat
yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik.
Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat
lahir di Yunani
pada saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“Ethes” yang berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan
kumpulan peraturan tentang kesusilaan. Dengan kata lain, etika politik
merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam
berpolitik. Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata susila
(kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik.
Dalam praktiknya,
etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika
politik berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara
yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.
B. Etika
Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan
nafas humanis, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.
Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat
dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta
sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan
yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam
arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi
identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri.
Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam
sila-silanya.
Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah
seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila. Pancasila
dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang
fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai sebagai
berikut:
·
Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik
Negara (Negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan Negara asas
kerohanian Negara (Pancasila).
·
Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara
Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum
mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna
jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD
1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945
yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila
terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945
C. Penerapan
Etika Politik
Penerapan etika politik membuat masyarakat menjadi kritis.
Franklyn Haiman (1958) mensyaratkan adanya peningkatan kapasitas rasional
manusia. Upaya persuasi seperti kampanye politik, komunikasi pemerintah,
periklanan, dan lain-lain, adalah suatu teknik untuk mempengaruhi penerima
dengan menghilangkan proses berfikir sadarnya dan menanamkan sugesti atau
penekanan pada kesadaran, agar menghasilkan perilaku otomatis yang tidak
reflektif. Seorang politisi yang berusaha diterima pandangannya secara tidak
kritis, dia juga dapat dipandang sebagai pelanggar etika politik yang ideal.
Jadi manusia harus diajar berfikir, menganalisa dan mengevaluasi informasi
dengan rasio dan mampu mengontrol emosinya. Dengan demikian dapat menghasilkan
suatu pemikiran terbaik dengan analisa kritis.
Kedua, mengembangkan kebiasaan meneliti. Semua pihak: masyarakat
(melalui LSM), media massa, perguruan tinggi, politisi atau penguasa, sebaiknya
mengembangkan kebiasaan meneliti. Peningkatan rasionalitas pada masyarakat
selayaknya dibarengi dengan kemauan politisi dalam bersikap adil ketika memilih
dan menampilkan fakta dan data secara terbuka.
Pengetahuan tentang realitas sebaiknya mencerminkan kenyataan
real yang dibutuhkan. Informasi yang ditampilkan adalah informasi yang paling
relevan dan selengkap mungkin memfasilitasi kemampuan rasional publik. Dan data
yang dibutuhkan masyarakat, tidak boleh diselewengkan atau disembunyikan.
Ketika banyak pihak terbiasa meneliti dan terekspos oleh data, penyelewengan
data akan berkurang. Keterbukaan akses informasi ini, memfasilitasi masyarakat,
mengamati politisi dalam membuat keputusan yang akurat.
Ketiga, kepentingan umum daripada pribadi atau
golongan. Politisi hendaknya mengembangkan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi atau golongan. Motif pribadi atau golongan, atas
kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kolektif oleh publik, sungguh suatu
tindakan tercela. Pertanyaan yang dapat diangkat adalah: ”Apakah saya melupakan
amanah yang telah diberikan oleh khalayak pada saya?” Ajakan suci ini memang
membutuhkan gerakan hati dari politisi. Dan hati adalah ranah personal dari
seorang individu. Namun, masyarakat memiliki hak sebagai eksekutor, ada atau
tidak adanya politisi tersebut duduk di singasana politik. Meski butuh waktu
lima tahunan.
Keempat, menghormati perbedaan.
Etika politik juga dapat dilaksanakan dengan menghormati perbedaan pendapat dan
argumen. Meski diperlukan adanya kerjasama dan kompromi, nilai dasar hati
nurani, perlu menjadi batasan pembuatan kebijakan. Bagi masyarakat, keaktifan
dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapat sebaiknya disambut dengan lebih
aktif memanfaatkan ruang publik yang tersedia. Bagi politisi, ada baiknya
memperhatikan pertanyaan Wallace ini: ”Bisakah saya dengan bebas mengakui
kekuatan dan bukti serta argumen yang bertentangan dan masih mengajukan sebuah
pendapat yang menampilkan keyakinan saya?”
Kelima, penerapan hukum.
Penerapan etika politik sebaiknya didasari hukum. Masyarakat terdiri dari
kelompok-kelompok yang mungkin sekali mempunyai kepentingan berlawanan.
Politisi, dibantu oleh pengawasan masyarakat, sebaiknya mampu memfasilitasi dan
mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi
yang adil. Pengeksklusifan pada suatu kelompok dapat membuahkan keberuntungan
bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Pengelolaan hukum dengan prosedur
yang baik, dapat mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan.
Keenam, mengurangi privasi.
Salah satu upaya pelaksanaan etika politik, menurut Dennis F Thompson (1987),
adalah dengan mengurangi privasi pejabat negara. Menurutnya, para pejabat
sesungguhnya bukan warga negara biasa. Mereka memiliki kekuasaan atas warga
negara, dan bagaimanapun, mereka merupakan representasi dari warga negara.
Perbedaan-perbedaan signifikan antara pejabat negara dan warga negara membuat
berkurangnya wilayah kehidupan pribadi (privacy) para pejabat negara.
Karenanya, privacy pejabat negara tidak harus dijaga, bila perlu dikorbankan
untuk menjaga keutuhan demokrasi dan menjaga kepercayaan warga negara.
Kebijakan-kebijakan politik yang diambil, sebesar dan atau seluas apa pun, sedikit
banyak, berpengaruh bagi kehidupan warga negara. Jadi layaklah bila masyarakat
tahu secara detail, mengenai kehidupan pejabat-pejabat negara. Pengetahuan
tersebut merupakan bagian dari garansi dan kontrol publik yang membuat warga
negara menaruh kepercayaan pada pejabat negara yang telah dipilihnya. Warga
negara harus punya keyakinan bahwa pejabat negara yang dipilihnya benar-benar
memiliki fisik yang sehat dan pribadi yang jujur. Meski orang mungkin berubah,
namun perlu ada jaminan awal bahwa politisi tersebut berpotensi untuk tidak
mempergunakan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan
kelompoknya.
Ketujuh, beriman.
Penerapan etika politik dapat berjalan dengan mulus, bila semua pihak
menyandarkan keyakinan pada agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaklah
menjadi jiwa dalam kehidupan tiap individu. Etika dan moral politisi akan rusak
ketika tidak dihubungkannya agama dengan politik. Padahal, keduanya adalah satu
kesatuan integral bagai jiwa dan raga. Iman, adalah percaya pada Tuhan. Bila
politisi mempercayakan diri pada Tuhan sebagai pemilik dirinya, tempat
kembalinya, pengatur manusia, pemberi amanah, penguasa keputusan hidup dan
tempat berawal dan berakhirnya segala sesuatu, diharapkan politisi memiliki
arahan yang terbenar.
D. Analisis
Kebijakan Kenaikan BBM (Kontra)
Pelaku yang terlibat dalam kebijakan dan respon kenaikan harga
BBM, kita dapat memilahnya menjadi 5 kelompok. Pertama, Pihak Pemerintah yang
berposisi sebagai pengambil kebijakan. Kedua, masyarakat biasa yang terdiri
dari petani, pengusaha, nelayan, dan agamawan yang menjadi objek dari kebijakan
pemerintah. ketiga, Politisi yang berperan mengkritisi kebijakan pemerintah
dalam kaitan dampaknya bagi rakyat. Keempat, akademisi dan pengamat yang coba
memberikan tinjauan rasional terhadap kebijakan kenaikan BBM. Kelima, aktivis
mahasiswa dan serikat pekerja, yang cendrung menghadapi situasi dengan pendekatan
demonstrasi turun ke jalan.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM termasuk dalam
bentuk tunduknya pemerintah terhadap koorporasi asing. Kenaikan BBM tentu
merupakan kebijakan yang tidak pro rakyat kalangan ke bawah. Selama ini
pemerintah hanya berupaya mengambil jalan pintas untuk menyelamatkan APBN tanpa
berfikir lebih panjang untuk melihat dampak kedepannya seperti apa. Jelas-jelas
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Selama ini Negara hanya
dieksploitasi oleh koorporat asing. Indonesia sendiri tidak mampu mengelola
kekayaan sumber daya yang ada. Koorporat asing datang seolah mempermudah dan
membantu pengelolaan sumber daya, padahal hal tersebut berdampak negatif karena
mau sampai kapan Indonesia harus bergantung pada kooporat asing? Jika harga minyak
terus meningkat, dan upaya yang dilakukan hanyalah terus meningkatkan harga BBM
dalam negeri lantas bagaimana rakyat menengah ke bawah? Seharusnya hal tersebut
sudah cukup membuat mata orang Indonesia terbuka lebar, terutama pemerintah
seharusnya mengusahakan bagaimana pengelolaan sumber daya bisa dikelola baik
oleh dalam negeri tanpa campur tangan banyak dari koorporat asing.
DAFTAR
PUSTAKA
Syahrial Syarbaini, Dr. H. M.A. 2011. PENDIDIKAN PANCASILA. CIAWI, BOGOR :
Ghalia Indonesia.
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/etika-politik-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar