A.
PENGERTIAN PARADIGMA & REFORMASI
Pengertian Paradigma pada mulanya dikemukakan oleh Thomas S.
Khun dalam bukunya The Structure Of Scientific Revolution, yakni asumsi-asumsi
dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang bersifat umum (sumber nilai), sehingga
sebagai sumber hukum, metode yang dalam penerapan ilmu pengetahuan akan
menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya dinamis,
karena banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga kemungkinan dapat
ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.Jika demikian
ilmuwan/peneliti akan kembali pada asumsi-asumsi dasar dan teoritis, shingga
ilmu pengetahaun harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu
sendiri.
Misal penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan metode
kuantitatif, karena tidak sesuai dengan objek penenelitian, sehingga ditemukan banyak
kelemahan, maka perlu menggunakan metode baru/lain yang sesuai dengan objek
penelitian, yaitu beralih dengan menggunakan metode kualitatif. Istilah ilmiah
tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia,
diantaranya: politik, hukum, ekonomi, budaya.. Istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengadung konotasi pengertian: sumber nilai, kerangka
pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan.
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan
secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat
ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan
pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan
rakyat. Reformasi juga diartikan pemabaharuan dari paradigma, pola lama ke
paradigma, pola baru untuk memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan
harapan. Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan
karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak
terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”,
kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan
dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi pada
prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai
sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan
pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus
melakukan perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945,
yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas
dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi
sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu
perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan
dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih
baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu
dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta
terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
B.
PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
Inti
reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan
negara dimasa lampau, mengoreksi segala kekurangannya,sambil merintis
pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih
perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pancasila
yang merupakan lima aksioma yang disarikan dari kehidupan masyarakat Indonesia
jelas akan mantap jika diwadahi dalam sistem politik yang demokratis, yang
dengan sendirinya menghormati kemajemukan masyarakat Indonesia. Pemilihan umum,
salah satu sarana demokrasi yang penting, baru dipandang bebas apabila
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Peranan
Pancasila dalam era reformasi harus nampak sebagai paradigma ketatanegaraan,
artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau pola pikir bangsa Indonesia,
khususnya sebagai Dasar Negara. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Ini berarti bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara
Indonesia haru selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.
Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat, maupun dari
pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum yang jelas. Jadi
hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada
kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami
penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup
yang bersifat diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat
politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa
dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka
Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak
terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya bangsa dan negara
Indonesia. Setiap sila
mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
1. Reformasi
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada
moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia
makhluk tuhan.
2. Reformasi
yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi
berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh
penghargaan atas harkat dan martabat manusia
3. Reformasi
yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin
tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
4. Reformasi
yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan
pemegang kedaulatan.
5. Reformasi
yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya,
gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan
tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan
karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan
tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.
Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling
mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu
kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde
Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru
adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegakkannya dirasakan
semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan.
Sub-sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan
masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara
pemerintahan. Berikut ini merupakan penjabaran dari penerapan pancasila sebagai
paradigm reformasi politik dan reformasi ekonomi:
1. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan yang
memang diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu
memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi
politik terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti
bidang hukum, ekonomi, sosial budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum,
segala kegiatan politik harus sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum
harus dibangun secara sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan
hukum dalam bidang apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP
pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini.
2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem
ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan
ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan
mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh
kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah
yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada
ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
C.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN KAMPUS
Pendidikan tinggi
sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah menara gading yang jauh dari
kepentingan masyarakat melainkan, senantiasa mengemban dan mengabdi kepada
masyarakat. Pendidikan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut tridharma
perguruan tinggi, yang meliputi Pendidikan tinggi, Penelitian, dan Pengabdian
Masyarakat. Pendidikan tinggi memiliki tugas menyiapkan peserta didik menjadi
seorang anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau
professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
Tridharma yang kedua
adalah perguruan tinggi dapat menciptakan penelitian ilmiah. Penelitian adalah
suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat objektif dalam upaya untuk
menemukan kebenaran dan atau menyelesaikan msalah dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi dan atau kesenian. Sebagai nilai yang terkandung dalam Pancasila bahwa
intelektual yang melakukan penelitian haruslah bermoral ketuhanan dan
kemanusiaan. Hal ini lkebih memepertegas bahwa seorang ilmuwan, peneliti tidak
bersifat bebas nilai melainkan senantiasa berpegang dan mengemban nilai
kemanusiaan.
Tridharma
yang ketiga adalah pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat adalah suatu
kegiatan yang memanfaatkan illmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan
demi kemajuan masayarakat. Realisasi dharma ketiga dari tridharma ini dengan
sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu
yang akan dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Warga dari
perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas
ilmiah. Berikut adalah ciri masyarakat ilmiah:
1. Kritis
2. Kreatif
3. Konstruktif
4. Dinamis
5. Menerima
kritik
6. Menghargai
prestasi akademik
7. Menghargai
waktu
8. Berorientasi
ke masa depan
Kampus juga berperan
sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM, Masyarakat kampus sebagai
masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk
tidak terjebak pada politik praktis. Dalam arti terjebak pada legitlimasi
kepentingan penguasa. Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh
berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada
komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Dalam bidang HAM,
mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat objektif, dan benar-benar
berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena
kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi
kekuatan internasional yang ingin menghancurkan Negara Indonesia. Perlu
disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat
dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat Negara, penguasa
Negara baik disengaja maupun tidak disengaja. Nilai-nilai Pancasila yang harus ditanamkan dalam kehidupan kampus :
1. Di
kampus tersedia sarana dan prasarana untuk beribadah bagi sivitas akademika,
serta adanya kesempatan bagi sivitas akademika unuk beribadah sesuai dengan
agama masing-masing. Semua mahasiswa memperoleh hak mereka untuk mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dipeluknya guna mempertebal iman dan
ketaqwaan meraka.
2. Dikembangkan
rasa persamaan derajat, persamaan ha dan kewajiban asasi setiap civitas
akademika tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin,
kedudukan sosial, dan sebagainya
3. Dikembangan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa, rasa bangga terhadap bangsa Indonesia,
rasa persatuan Indonesia, dan kerelaan untuk berkorban untuk bangsa dan Negara.
4. Dikembangkan
nilai-nilai demokrasi di ampus, seperti tidak adanya pemaksaan kehendak, anti
kekerasan, konstitusional, perkuliahan yang demokratis, kebebasan mimbar
akademik dan sebagainya.
5. Dikembangkan
kewirausahaan bagi mahasiswa, suka bekerja keras, menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, suka menolong
orang lain dan sebagainya.
D.
ANALISIS
BUDAYA MEROKOK DI KALANGAN MAHASISWA
Perkembangan trend yang
beredar di kalangan mahasiswa semakin beragam. Ada beberapa trend yang sangat
mengkhawatirkan. Salah satunya adalah kebiasaan untuk merokok. Rokok bukan hal asing
dan tidak sulit untuk didapatkan. Rokok dianggap bisa menjadi penghilang rasa
penat dan stress untuk sebagian orang. Hal yang sangat mengkhawatirkan adalah
rokok dapat menyebabkan perilaku kecanduan seperti halnya narkoba.
Pihak perguruan tinggi
pun berusaha dan ikut andil dalam upaya mengurangi kebiasaan yang mencuat
dikalangan mahasiswa ini. Bukan hanya dengan memasang display mengenai larangan
merokok, pihak dosen pun seringkali menegur kebiasaan buruk dan mengingatkan akibat
yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok. Namun kenyataannya, display dan
teguran tidak memberikan efek jera bagi kalangan mahasiswa yang mempunyai
kebiasaan merokok. Display dianggap hanya sebagai pajangan belaka, dan teguran
dosen hanya dianggap berlalu.
Sebenarnya aksi merokok
di kalangan mahasiswa menjadi masalah yang cukup pelik. Hal yang lebih
mengkhawatirkan jika mereka sudah kecanduan dan rela menghabiskan uang mereka
untuk membeli sebungkus rokok setiap harinya. Bahkan sebagian mahasiswa berani
untuk melakukan hal-hal negatif untuk mendapatkan sebatang rokok. Rokok bukan
saja berdampak bagi kesehatan fisik mahasiswa itu sendiri, tapi dapat berdampak
negative bagi perilaku maupun moral mahasiswa.
Untuk mengantisipasi
masalah ini, sebenarnya bukan hanya para mahasiswa yang harus diperhatikan.
Tapi juga kebiasaan para pendidik dan orang tua. Remaja yang masih memiliki
sifat labil akan meniru kebiasaan orang yang lebih dewasa di lingkungannya.
Jika para pendidik dan orang tua tidak bisa memberi contoh yang baik, maka
jangan berharap kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa bisa berkurang atau
bahkan dihentikan. Walaupun mereka sudah mengerti bahaya dari rokok tersebut,
tapi mereka juga sulit untuk menghilangkan kebiasaan itu karena melihat
kebiasaan dari pendahulunya yang masih merokok.
Kaelan. 2004. Pendidikan
Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari,
Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.
hay... nama saya try.. salam kenal.,
BalasHapusartikelnya sangat bermanfaat... kalau ada waktu jangan lupa mampir di "Tugas dan Materi Kuliah" dan baca juga Makalah Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi..