Rabu, 05 November 2014

PANCASILA DALAM ETIKA POLITIK




A.        Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik. Disamping teori nilai diatas, Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
a.       Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
b.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas.
c.       Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci sebagai berikut:
·         Nilai kebenaran, yaitu bersumber pada unsur rasio manusia, budi dan cipta.
·         Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
·         Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa,etika)
·         Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia kepada Tuhan.

B.        Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.

C.        Pengertian Norma
Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a.       Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b.      Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
c.       Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
d.      Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara

D.        Pengertian Etika
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika yaitu, Etika Umum dan Etika Khusus.
a.       Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung didalamnya.
b.      Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik  sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika sosial). Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu Etika Individual dan Etika Sosial.
c.       Etika Individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
d.      Etika Sosial membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.

E.        Pancasila sebagai Moral
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah disahkan sebagai dasar Negara adalah merupakan kesatuan utuh nilai-nilai budi pekerti atau moral. Oleh karena itu Pancasila dapat disebut sebagai moral bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah menegara dalam NKRI, dengan demikian Pancasila juga merupakan moral Negara, yaitu moral yag berlaku bagi Negara. Secara etismologis Pancasila berarti lima asas kewajiban moral, yang dimaksud dengan moral ialah keseluruhan norma dan pengertian yang menentukan baik atau buruknya sikap dan perbuatan manusia. Dengan memahami norma-norma, manusia akan tahu apa yang harus atau wajib dilakukan dan apa yang harus dihindari.  Norma moral tidak sama dengan norma sopan santun dan juga berbeda dengan norma hukum. Norma sopan santun berlaku berdasarkan kebiasaan, sedang norma hukum berlaku berdasarkan undang-undang, sedangkan norma moral bersumber pada kodrat manusia (human nature) dan oleh sebab itu selalu berlaku.

F.         Hakikat Etika Pancasila
Etika  merupakan  cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk.  Adapun refleksi filsafati mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggungjawab.
Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan  UUD  1945  yang  disusun  oleh  PPKI  ditegaskan  bahwa  “pokok-pokok  pikiran  yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai  sumber  segala  sumber,  Pancasila  merupakan  satu-satunya  sumber  nilai  yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara.
Pancasila sebagai core philosophy bagi  kehidupan bermasyarakat,  berbangsa,  dan bernegara,   juga  meliputi   etika  yang  sarat  dengan  nilai-nilai   filsafati;   jika memahami  Pancasila tidak  dilandasi  dengan  pemahaman  segi-segi filsafatnya, maka  yang  ditangkap   hanyalah   segi-segi  filsafatnya,   maka  yang  ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti hakikinya. Pancasila merupakan  hasil kompromi  nasional  dan  pernyataan  resmi  bahwa bangsa Indonesia  menempatkan  kedudukan  setiap warga negara secara sama, tanpa  membedakan  antara  penganut  agama  mayoritas  maupun   minoritas. Selain   itu  juga  tidak  membedakan   unsur   lain  seperti  gender,   budaya,   dan daerah.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saka. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya. Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan  dengan  hidup  bermasyarakat,  berbangsa,  dan  bernegara.  Apabila  kita  memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila.
Nilai  dasar  yang  fundamental  suatu  Negara  dalam  hukum  mempunyai   hakikat  dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Tataran  nilai  yang  terkandung   dalam  Pancasila sesuai  dengan  system  nilai dalam  kehidupan  manusia.   Secara   teoritis  nilai-nilai  Pancasila  dapat  dirinci menurut  jenjang dan jenisnya.
1.      Menurut jenjangnya sebagai berikut:
a.       Nilai Religius, Nilai ini menempati nilai yang tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa  yaitu  nilai yang Maha Agung,  Maha Suci,  Absolud  yang tercermin pada Sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b.      Nilai Spiritual, nilai ini melekat pada manusia,  yaitu budi pekerti,  perangai,  kemanusiaan dan kerohanian yang tercermin pada sila  kedua Pancasila yaitu ”Kemanusiaan  yang adil  dan beradab”.
c.       Nilai Vitalitas, nilai ini  melekat  pada  semua  makhluk  hidup,   yaitu  mengenai  daya  hidup, kekuatan  hidup  dan  pertahanan  hidup  semua makhluk.  Nilai ini  tercermin pada sila  ketiga dan keempat dalam Pancasila yaitu “Persatuan  Indonesia”  dan “Kerakyatan   yang   dipimpin   oleh   hikmah   kebijaksanaan   dalam permusyawaratan / perwakilan”
d.      Nilai Moral, nilai ini melekat pada prilaku hidup semua manusia,  seperti asusila,  perangai, akhlak, budi pekerti, tata adab, sopan santun, yang tercermin pada sila  kedua Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil  dan Beradab”.
e.       Nilai Materil, nilai  ini  melekat  pada  semua  benda-benda   dunia.   Yang  wujudnya   yaitu jasmani,   badani,   lahiriah,   dan  kongkrit.   Yang  tercermin   dalam  sila   kelima Pancasila yakni “Keadilan sosial bagi  seluruh rakyat Indonesia”.
2.      Menurut jenisnya sebagai berikut:
a.       Nilai Ilahiah, nilai yang dimiliki  Tuhan  Yang Maha Esa,  yang melekat pada  manusia  yaitu  berwujud  harapan,  janji,  keyakinan,  kepercayaan, persaudaraan, persahabatan.
b.      Nilai  Etis, nilai  yang  dimiliki  dan  melekat  pada  manusia,   yaitu berwujud keberanian, kesabaran, rendah hati, murah hati, suka menolong, kesopanan, keramahan.
c.       Nilai Estetis, nilai yang melekat pada semua makhluk duniawi,  yaitu berupa keindahan, seni, kesahduan, keelokan, keharmonisan.
d.      Nilai  Intelek, nilai yang melekat  pada  makhluk   manusia,   berwujud   ilmiah, rasional, logis, analisis, akaliah. Selanjutnya  secara konsepsional  nilai-nilai  yang terkandung  dalam  Pancasila terdiri dari nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
e.       Nilai dasar, merupakan  prinsip  yang bersifat  sangat Abstrak,  umum-universal  dan  tidak terikat   oleh   ruang   dan   waktu.    Dengan  kandungan   kebenaran   bagaikan Aksioma,   berkenaan  dengan  eksistensi,   sesuai  cita-cita,   tujuan,   tatanan  dasar dan ciri khasnya yang pada dasarnya tidak berubah sepanjang zaman.
Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu pada Sila pertama: Menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagaikebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing- masing,    serta   menjadikan    ajaran-ajaran   sebagai  anutan   untuk   menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya. Sila kedua:   Menghormati   setiap  orang  dan  warga  negara  sebagai  pribadi (personal)  “utuh  sebagai  manusia”,  manusia  sebagai subjek  pendukung, penyangga,  pengemban,  serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat. Sila ketiga : Bersikap   dan   bertindak   adil     dalam   mengatasi   segmentasi- segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa  dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”-“bersatu dalam perbedaan” dan “berbeda dalam persatuan”. Sila keempat: Kebebasan, kemerdekaan, dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan. Sila kelima: Membina  dan  mengembangkan  masyarakat  yang  berkeadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat  (equality)  dan pemerataan (equity)  bagi setiap orang atau setiap warga negara. Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan  dirinya  sebagai sebagai referensi kritik  sosial kritis,  komprehensif, serta sekaligus evaluatif bagi  etika dalam kehidupan bermasyarakat,  berbangsa ataupun bernegara. Konsekuensi dan implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila  akan mendasari dan mengarahkan sila-sila lain.

G.        Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanis, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.
Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai sebagai berikut:
·         Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan Negara asas kerohanian Negara (Pancasila).
·         Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945
















  

DAFTAR PUSTAKA


Syahrial Syarbaini, Dr. H. M.A. 2011. PENDIDIKAN PANCASILA. CIAWI, BOGOR : Ghalia  Indonesia.
Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi Etika. Jakarta. Rajawali Perss.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar